Friday, October 10, 2008

Jepang Songsong Teknologi Wimax dan LTE

Beberapa tahun lagi, pasar seluler di Jepang akan mencapai titik jenuh. Seperti di Indonesia, para operator di Negeri Sakura itu juga sudah mulai kasak-kusuk mengantisipasi dengan menyongsong teknologi Wimax dan LTE.

NTT DoCoMo berencana mengomersialkan akses layanan pita lebar bergerak Long Term Evolution (LTE) di Jepang pada 2010 sebagai killer application baru untuk menggenjot pendapatan selulernya. Softbank sebagai pesaing DoCoMo juga menjadwalkan implementasi serupa di tahun yang sama.

Berbeda dari kedua operator tersebut, KDDI beserta mitra usaha patungannya, justru lebih memilih untuk mengomersialkan teknologi Broadband Wireless Access (BWA) berbasis mobile WiMAX dan layanan Personal Handy-phone System (PHS) generasi lanjutan. Masing-masing dirilis pada 2009, atau setahun lebih awal dari rencana peluncuran LTE oleh DoCoMo dan Softbank.

Riset terbaru ROA Group melaporkan bahwa pasar seluler di Jepang akan tumbuh 95,4% dari saat ini atau meningkat menjadi 121 juta pelanggan hingga 2011. Ketatnya persaingan antar NTT DoCoMo, KDDI, dan Softbank, juga membuat para operator itu bersiap untuk ekspansi bisnis ke luar Jepang.

Gratis! Akses Internet Lewat Wimax Lokal

 Bagaimana rasanya mengakses internet dengan koneksi broadband nirkabel supercepat Wimax secara gratis? Coba saja sendiri kedahsyatan mulai Oktober nanti.

Menurut Ketua Tim Penyelenggaraan Broadband Wireless Access (BWA), Suhono Harso Supangkat, pemerintah bakal membuka akses internet untuk publik sembari menguji coba teknologi Wimax lokal selama tiga bulan berturut-turut mulai 15 Oktober hingga akhir 2008 nanti.

Namun sayangnya, baru publik Bandung yang beruntung bisa mencoba koneksi supercepat itu. "Kami akan memasang sepuluh hingga dua puluh titik pemancar Wimax di seluruh Bandung," kata Suhono kepada detikINET dan satu media lainnya di Pacific Place, Jakarta, Rabu malam (24/9/2008).

Dalam uji coba ini pemerintah menggunakan perangkat dua penyedia Wimax lokal, yaitu PT Hariff dan PT Indonesian Tower melalui Technology Research Group (TRG)-nya. Menurut Suhono, upaya ini merupakan langkah nyata inisiatif pemerintah dalam mendukung dan mengembangkan konten lokal.

"Uji coba Wimax lokal ini selain untuk mencari tahu kelebihan teknologi tersebut tapi juga untuk mencari kelemahannya supaya bisa segera diperbaiki. Semua pihak boleh memberikan saran maupun mengkritisi," ujar Suhono yang juga merangkap sebagai Staf Khusus Menkominfo.

Untuk menghantarkan akses Wimax ini sehingga terbuka bagi publik, pemerintah menggandeng Telkom sebagai operator yang telah mengantongi izin penyelenggaraan layanan nirkabel pita lebar di frekuensi 3,3 GHz.

Telkomsel Kawinkan GSM dengan Wimax

Operator Telkomsel coba mengawinkan teknologi pita lebar Wimax dengan teknologi seluler Global Satellite for Mobile Communication (GSM) berbasis protokol Internet (IP).

VP Technology & Business Incubation Telkomsel, Yoseph Garo, beranggapan dengan penyatuan teknologi ini bisa menghemat biaya pembangunan jaringan hingga 90% jika dibandingkan menggunakan transmisi pemancar base station (BTS) biasa.

"Jika menggunakan BTS biasa dibutuhkan dana satu miliar rupiah. Sementara dengan penggabungan dua teknologi ini dana yang diperlukan tak sampai seratus juta rupiah," ujarnya di sela uji coba sinyal Telkomsel di sepanjang jalur mudik Jakarta-Lampung, Selasa hingga Rabu (17/9/2008).

Wimax yang tengah diuji coba Telkomsel, kata Yoseph, akan dipergunakan sebagai transmisi sinyal (backhaul) antara jaringan inti (core network) dengan pemancar Femto BTS point to multipoint. "Kami tak akan mengomersialkan Wimax. Sebab, kami telah memilih LTE (Long Term Evolution). Kami menggunakan teknologi Wimax ini untuk backhaul saja," ujarnya.

Telkomsel menggunakan frekuensi 5,8 GHz untuk menguji coba teknologi Wimax tersebut. Karena tak punya izin lisensi, operator ini mengklaim meminjam perangkat dan izin penggunaan frekuensi dari penyelenggara lain. Namun, sayangnya Yoseph enggan menyebut nama provider yang dimaksud.

Uji coba teknologi ini merupakan bagian dari program Telkomsel Merah Putih untuk mengembangkan jaringan hingga ke pelosok mulai dari daratan hingga lautan, sebagai bagian dari strategi operator tersebut menjadi pemimpin pasar.

Program yang menelan investasi sebesar Rp 50 miliar itu membidik 3.000 desa di seluruh Indonesia tahun ini. Saat ini Telkomsel masih menentukan desa-desa mana yang akan dilayani.

'Adanya LTE Bukan Berarti Mematikan WiMAX'

Jakarta - Kehadiran teknologi Long Term Evolution (LTE) untuk menjadi teknologi mobile generasi mendatang tak berarti bakal mengancam perkembangan teknologi WiMAX yang sudah lebih dulu dikenal. Dua teknologi ini bahkan sudah bisa diakomodasi oleh regulator.

Demikian penilaian Iman Hirawadi, Senior Manager Technical Business Development Wireless Networks ALcatel-Lucent Indonesia kepada sejumlah wartawan, di sela-sela buka puasa bersama Alcatel-Lucent di Penang Bistro Oakward Residence, Jakarta, Jumat petang (12/9/2008).

Iman mengatakan, dari sisi desain, LTE dan WiMAX berasal dari market yang berbeda, sehingga keberadaan kedua teknologi ini secara bersamaan tak perlu dikhawatirkan bakal mengancam satu sama lain. Pun demikian, ia melihat LTE lah yang akan menjadi sebuah evolusi bagi para operator wireless.

"Sebab, LTE bisa digunakan di wilayah yang rural ataupun hot zone. Dan meskipun LTE lebih dikenal sebagai data centry tapi bukan berarti tak bisa dipakai untuk layanan voice. Bahkan ke depannya layanan voice akan semakin murah dengan LTE," tutur Iman.

Selain itu, dilanjutkan Iman, LTE bisa diimplementasikan bagi para operator berbasis GSM ataupun CDMA. Ia mencontohkan, operator Verizon di Amerika Serikat yang menggusung CDMA dan NTT Docomo di Jepang yang berbasis GSM, keduanya telah mengarah ke LTE.

Namun begitu harus diakui bahwa pesona WiMax sudah kadung lebih dulu muncul ketimbang LTE, sehingga ketersediaannya menjadi lebih cepat. "Kalau WiMax mungkin sekarang sudah available tapi LTE mungkin 1-2 tahun lagi," imbuhnya.

Apa itu LTE?

LTE didefinisikan dalam standar 3GPP (Third Generation Partnership Project) Release 8 dan juga merupakan evolusi teknologi 1xEV-DO sebagai bagian dari roadmap standar 3GPP2. Teknologi ini diklaim dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency dan biaya operasional yang rendah bagi operator serta layanan mobile broadband kualitas tinggi untuk para pengguna.

Perubahan siginifikan dibandingkan standar sebelumnya meliputi 3 hal utama, yaitu air interface, jaringan radio serta jaringan core. Di masa mendatang, pengguna dijanjikan akan dapat melakukan download dan upload video high definition dan konten-konten media lainnya, mengakses e-mail dengan attachment besar serta bergabung dalam video conference dimanapun dan kapanpun.

LTE juga secara dramatis menambah kemampuan jaringan untuk mengoperasikan fitur Multimedia Broadcast Multicast Service (MBMS), bagian dari 3GPP Release 6, dimana kemampuan yang ditawarkan dapat sebanding dengan DVB-H dan WiMAX

LTE dapat beroperasi pada salah satu pita spektrum seluler yang telah dialokasikan yang termasuk dalam standar IMT-2000 (450, 850, 900, 1800, 1900, 2100 MHz) maupun pada pita spektrum yang baru seperti 700 MHz dan 2,5 GHz.

Tuesday, May 20, 2008

Intel-Indosat Mau Susupi Wimax ke Sekolah

Intel dan Indosat M2 berkolaborasi menawarkan program pengadaan komputer beserta koneksi internet nirkabelnya di sekolah-sekolah. Program itu nantinya jadi cikal-bakal untuk membidik peluang Wimax di sekolah.

Hal itu diakui Business Development Manager Intel Indonesia, Yadi Karyadi. "(Program) ini memang pondasinya. Begitu, ekosistem di sekolah sudah terbentuk dan regulasinya sudah bergulir, kita akan masukan Wimax di sekolah," ungkapnya di sela penandatangan kerjasama Intel dan Indosat M2 di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Jumat (16/5/208).

"Tapi sekali lagi, itu dengan asumsi regulasinya (broadband wireless access atau BWA) sudah jalan," tegasnya lagi.

Intel dan Indosat M2 menyepakati perjanjian untuk menggelar proyek pengadaan komputer dan koneksi internet nirkabel di sekolah-sekolah. Penandatanganan kerjasama tersebut disaksikan Chairman Intel Corp Craig R Barret.

Perjanjian tersebut bertujuan untuk memberi kesempatan pada pihak sekolah untuk memiliki komputer berbasis prosesor Intel dan koneksi internet pita lebar 3,5G dari Indosat M2 dengan harga yang lebih rendah dari pasaran.

"Ada tiga pilar yang difokuskan untuk pengembangan proyek ini, di antaranya hardware, konten, dan connectivity. Kami di sini bekerja sama dengan Intel untuk pengadaan connectivity dengan menyediakan akses broadband wireless," Dirut Indosat M2 Indar Atmanto menjelaskan.

"Program ini targetnya bisa berjalan tiga tahun di sepuluh kota. Di tahap awal akan kami adakan pilot project selama tiga bulan di tiga sekolah untuk mencari metode yang tepat, meliputi proses training, konten, penerepan metode yang menarik untuk siswa, dan infrastruktur lainnya" ujarnya lagi.

Ia menyebutkan, ketiga sekolah yang terpilih untuk dijadikan proyek percontohan ialah SMU Lab School, SMUK Penabur, dan SMU Al Azhar. Ketiganya berada di Jakarta.

Soal WiMax, Pemerintah Lakukan Audit

Pemerintah tengah mengaudit kesiapan industri lokal untuk memproduksi perangkat jaringan Wimax secara massal. Sebab, tender lisensi BWA akan digelar dalam waktu dekat. Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memastikan tender broadband wireless access (BWA) akan bergulir sebelum akhir tahun 2008.

"Saya harap di kuartal keempat tahun ini tender sudah bisa dijalankan," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

"Namun, sebelumnya kami harus memastikan terlebih dulu kesiapan lokal untuk menyediakan perangkat karena nantinya Wimax akan digunakan secara massal," jelasnya lebih lanjut.

Penyedia teknologi Wimax lokal yang dimaksud dirjen, antara lain: Technology Research Group, Hariff, dan PT INTI.

Basuki pun menjelaskan, tender BWA untuk Wimax nantinya akan digelar berdasarkan regional, di mana dari 90 MHz yang tersedia di pita 2,3 GHz akan dibagi untuk 17 wilayah.

Pemerintah pun berbaik hati mau meminjamkan frekuensi di rentang itu untuk diujicoba oleh peminat Wimax BWA. "Sejauh ini sudah ada tiga operator besar yang meminjam frekuensi tersebut secara terbatas untuk sekadar trial," tandasnya. ( rou / ash )

WiMax ya WiMax, Tarif Internet Bisa Turun ?

Dirjen Postel Depkominfo Basuki Yusuf Iskandar memandang Wimax hanya sekadar perangat teknologi saja untuk mengalirkan internet ke pelanggan akhir.  Yang menjadi agenda utama untuk meningkatkan penetrasi internet, menurutnya, tetap skema pembangunan infrastruktur backbone internasional.

"Wimax itu hanya teknologinya saja, tetap yang kami upayakan itu penurunan tarif internet dengan mengupayakan infrastruktur backbone internasional," ujarnya di sela kesempatan acara Indonesia Berprestasi Award XL di Museum Gajah, Jakarta, Senin (19/5/2008).

Dengan terpilihnya Bakrie Telecom sebagai penyelenggara baru sambungan langsung internasional (SLI) untuk clear channel, maka artinya, Indonesia kini telah memiliki tiga operator yang memiliki backbone internasional, selain PT Telkom dan PT Indosat.

Dengan bertambahnya backbone internasional, diharapkan mampu menurunkan tarif internet secara signifikan. Sebab, kata Basuki, backbone internasional memiliki kontribusi 40% dalam struktur penarifan internet di Tanah Air.

"Saya belum menghitung berapa penurunannya jika nantinya kita bisa memenuhi kebutuhan sambungan internet internasioanl melalui backbone internasional. Tapi pastinya penurunan akan signifikan," tandasnya.

Sebelumnya, Asoasiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan biaya sambungan untuk koneksi internet internasional per 1 Mbps seharga US$ 2000. Padahal tarif yang ideal untuk backbone internasional, menurut asosiasi itu, sebesar US$ 800.

Di lain pihak, penurunan tarif internet dipastikan akan memicu peningkatan bisnis internet di Indonesia.

Presdir Indosat M2 Indar Atmanto sebelumnya memprediksi, dengan angka 2,5 juta yang terdaftar berlangganan internet saat ini saja, potensi bisnis yang bisa dihasilkan sebesar Rp 2,5 triliun.

Itu pun, kata dia, sekadar asumsi paling kecil saja dengan ARPU (rata-rata belanja pelanggan per bulan) sebesar Rp 100 ribu. Potensi bisnis internet pun bisa melonjak karena angka penggunanya saat ini bisa 10 kali lipat dari yang terdaftar atau 25 juta pengguna. ( rou / ash )